lucu

Laman

Senin, 29 November 2010

ASKEP SINDROM CHUSING


ASUHAN KEPERAWATAN
SINDROM CHUSING
I. Konsep Penyakit
A. Definisi
Syndrome Chusing : Gambaran klinis yang timbul akibat peningkatan glukotirid plasma jangka panjang dalam dosis farmakologik (Latrogen). (William. F. Ganang,Fisiologis Kedokteran,Hal 364)
Syndrome Chusing : Di sebabkan oleh skresi berlebihan steroid adrenokortial,terutama kortisol.(IPD.Edisi III jilid I,hal 826)
Syndrome Chusing : Akibat rumatan dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal.(ilmu Kesehatan anak,Edisi 15 hal 1979).
B. Etiologi
Ada 5 tipe Syndome chusing :
Penyakit chusing ditemukan pada kira-kira 80 % pasien.Kerusakan kemungkinan terletak di hipotalamus,tetapi ini belum terbukti.
Tumor adrenal,dijumpai pada kira-kira 15 % pasien,biasanya adenoma kecil tunggal dan jinak.
ACTH ectopik salah satu syndrome chusing oleh karena produksi ektopik adalah ACTH oleh tumor maligna non-endokrin.
Alkoholisme.
Kortikosteroid
C. Patofiologi
D. Manifestasi Klinis
  1. Obesitas
  2. Wajah bulan
  3. Perubahan-Perubahan pada kulit
  4. Hirsutisme
  5. Hipertensi
  6. Disfungsi Gonad
  7. Gangguan Psikologis
  8. Kelemahan Otot,Mudah lelah
  9. Osteoporosis akibat Katabolisme Protein yang berlebih
  10. Haus dan poliuri
  11. Gangguan tidur akibat dhiural kortisol
  12. Nyeri punggung
E. Komplikasi
Krisis Addisonnia
      Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
      Patah tulang akibat osteoporosis
F. Diagnosa banding
ACTH Ektopik
Tumor primer di adrenal (Endokrinologi edisi 4 hal 437)

G. Test Diagnostik
  1. CT scan
Untuk Menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus syndrome cusing
  1. Photo scaning
  2. Pemeriksaan sidik nuklir
Kelenjar adrenal mengharuskan Pemberian kolesterol radio aktif secara inra vena
  1. Pemeriksaan elektro kardiograafi
Untuk menentukan adanya hipertensi .(Endokrinologi edisi 4 hal 437)
H. Penatalaksanaan
Pengobatan syndrome chusing tergantung ACTH tidak nseragam,bergantung apakah sumber ACTH adalah hipofisis /Ektopik :
Jika dijumpai tumor hipofis ,Sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfeonida.
jika terdapat bukti hiperfunggsi hipofisis namun tumor tidak ditemukan maka
sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis
Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologis.
Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma adrenal,maka pengangkatan neoplasa disusul kemoterapi pada penderita dengan karsinoma/terapi pembedahan.Digunakan obat dengan jenis Metropyne,amino gluthemid O,P-OOO yang bisa mensekresikan kortisol
(Patofisiologis edisi 4 hal :1093)











HIPERPARATIROID


A. Defenisi
Hiperparatiroid adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2)

B. Fisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnyabila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)

C. Klasifikasi
1. Primary hiperparathyroidism (hiperparatiroidisme primer)
a. Definisi masalah
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostic yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitungserum hormone paratiroid dan ion kalsium. (Stephen J. Marx, M.D, 2000, Volume 343:1863-1875)
Penderita hiperparatiroid primer mengalami penigkatan resiko terjangkit batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko menjadi hilang. (Charlotte L Mollerup, 2002, Volume 325:807)

b. Etiologi
Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau hyperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4)

c. Patologi
Adapun patologi hiperparatiroid primer adalah:
  1. Mungkin akibat dari hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.
  2. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
  3. Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau nefrolitiasis, dan kalsifikasi kornea.(Saputra, Lyndon dr, 2002, 164)
d. Gambaran klinis dan Pendirian diagnosis
Hiperparatiroidisme primer ditandai dengan peningkatan kadar hormon hiperparatiroid serum, peningkatan kalsium serum dan penurunan fosfat serum. Pada tahap awal, pasien asimtomatik, derajat peningkatan kadar kalsium serum biasanya tidak besar, yaitu antara 11-12 mg/dl (normal, 9-11 mg/dl). Pada beberapa pasien kalsium serum berada didalam kisaran normal tinggal. Namun, bila kadar kalsium serum dan PTH diperhatikan bersamaan, kadar PTH tampaknya meningkat secara kurang proporsial. Pada beberapa pasien karsinoma paratiroid, kadar kalsium serum bisa sangant tinggi (15-20mg/dl). Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)

Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. (Anonim, 2007)

e. Tes laboratorium
Sebaiknya dilakukan pengukuran jumlah kadar kalsium dan albumin atau kadar ion kasium. Hiperkalsemia sebaiknya ditandai dengan lebih dari satu penyebab sebelum didirikan diagnosis. Ujicoba kadar hormon paratiroid adalah inti penegakan diagnosis. Peningkatan kadar hormon paratiroid disertai dengan peningkatan kadar ion kalsium adalah diagnosis hiperparatiroidisme primer. Pengukuran kalsium dalam urin sangat diperlukan. Peningkatan kadar kalsium dengan jelas mengindikasikan pengobatan dengan cara operasi. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4)

f. Penyembuhan
Operasi pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah penyembuhan utama untuk 95% penderita hiperparatiroidisme. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4)
Apabila operasi tidak memungkinkan atau tidak diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium:
o Memaksakan cairan
o Pembatasan memakan kalsium
o Mendorong natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin dengan menggunakan larutan ga5ram normal, pemberiaqn Lasix, atau Edrecin.
o Pemberian obat natrium, kalium fosfat, kalsitonin, Mihracin atau bifosfonat.
(Robert B. Cooper, MD, 1996. 524)
o Obati hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid atau mithramycin)
o Operasi paratiroidektomi
o Obati penyakit ginjal yang mendasarinya.
(Saputra, Lyndon dr, 2002, 165)

2. Secondary hyperparathyroidisme (hiperparatiroidisme sekunder)
a. Definisi
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Hipersekresi hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. (Clivge R. Taylor, 2005, 780)
Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia. (Clivge R. Taylor, 2005, 781).

b. Etiologi
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid. (Lawrence Kim, MD, 2005,section 5)

c. Patofisiologi
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

d. Gambaran klinis
Hiperparatiroidisme sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar kalsium serum yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat serum rendah. Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi sama dengan pada hiperparatiroidisme primer. Beberapa pasien menunjukkan kadar kalsium serum tinggi dan dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang disebabkan oleh hiperkalsemia. (Clivge R. Taylor; 2005, 783).

e. Tes laboratorium
Semua pasien yang menderita gagal ginjal sebaiknya kadar kalsium, fosfor, dan level hormon paratiroidnya dimonitor secara reguler. Pasien hiperparatiroidisme biasanya mempunyai kadar kalsium yang dibawah normal dan peningkatan kadar hormon paratiroid. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

f. Penyembuhan
Tidak seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang utama untuk perawatan hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

g. Hasil dan prognosis
Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada kebanyakan pasien berhasil. Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid mempunyai kira-kira 10% resiko kumatnya penyakit. Hal ini mungkin berkaitan dengan fungsi yang berlebihan atau hilangya kelenjar dileher atau hiperplasia. Adakalanya pasien yang telah menjalani operasi tetap mengalami hiperparatiroidisme, jika jaringan telah dicangkkok, adakalanya pencagkokan dapat membalikkan hipoparatiroidisme. (Lawrence Kim, MD, 2005,.section 5)

3. Hyperparathyroidism tersier (hiperparatiroidisme tersier)
a. Definisi
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 6)

b. Etiologi
Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik pengatur mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal. Kelenjar hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus mengeluarkan hormon paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih dalam level normal atau bahkan berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid menjadi autonomi dan menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar kalsium dan terapi kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar phosfat sering naik. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

d. Presentasi klinis
Manifestasi klinis dari hiperparatiroidisme tersier meliputi hiperparatiroidisme yang kebal setelah pencangkokan ginjal atau hiperkalsemia baru pada hiperparatiroidisme sekunder akut. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

e. Pengobatan
Pengobatan penyakit hiperparatiroidisme tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

D. Follow-up
Keadaan pasien dilihat selama 1-2 minggu pascaoperasi, sehingga diperoleh kadar kalsium dan level hormon paratiroid pada pasien. Level hormon paratiroid mungkin akan meningkat setelah operasi pada sebagian pasien, tapi jika serum kalsium kembali kejumlah normal, itu tidak mengindikasikan bahwa penyakit masih ada pada kebanyakan pasien. Setelah masa pascaoperasi, follow-up terbatas pada masa tekanan serum kalsium untuk mendeteksi adanya sisa penyakit hiperparatiroidisme. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4)

E. Perawatan sendiri
Jika kamu dan dokter yang merawatmu memilih untuk memonitor daripada mengobati hiperparatiroidisme yang diderita, berikut ini dapat mencegah komplikasi:
  • Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah pembentukan batu ginjal.
  • Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuatn dan memperlambat pengraphan tulang.
  • Penuhi kebutuhan vitamin D. sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU). Setelah berusisa lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU perhari.
  • Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan pengrapuhan tulang seiring meningkatnya masalah kesehatan, termasuk kanker.
  • Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat.

KONSEP DASAR KEDARURATAN PSIKIATRI


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental. Dokter psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan penjelasan yang mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa baru. Bagian bahasa didalam psikiatri termasuk pengenalan dan definisi tanda dan gejala perilaku dan emosional.
Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.

B. Tujuan Penyusunan
a.       Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang keperawatan gawat darurat psikiatri serta mampu berperan sebagai perawat jiwa baik di Rumah Sakit atau di komunitas.
b. Tujuan khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan
1.      Memenuhi tugas keperawatan Gadar Psikiatri
2.      Untuk memperdalam pengetahuan dalam keperawatan Gadar Psikiatri
3.      Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan pengertian keperawatan Gadar Psikiatri
4.      Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan faktor penyebab diadakannya keperawatan Gadar Psikiatri
5.      Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala bunuh diri
6.      Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala prilaku kekerasan
7.      Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala gaduh/gelisah
8.      Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala withdrawal
9.      Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan dasar hukum yang melatarbelakangi keperawatan Gadar Psikiatri
10.  Teman-teman mahasiswa mampu menyebutkan adta mengenai psikosis, neurosis dan NAPZA

C.     Sistematika Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, penyusunannya dibagi menjadi 3 bab dengan urutan sebagai berikut :
Bab1  :   Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, tujuan penyusunan, dan sistematika penulisan.
Bab 2 :   Tinjauan teoritik terdiri dari konsep dasar mengenai jiwa terdiri dari definisi, ciri-ciri/ karakteristik jiwa sehat dan sakit, faktor penyebab gangguan jiwa, tanda dan gejala, pendekatan,  peran dan fungsi perawat, perkembangan keperawatan kesehatan jiwa, pelayanan keperawatan, perkembangan pelayanan keperawatan jiwa psikiatri, dan perkembangan keperawatan jiwa di Indonesia.
Bab 3 :   Penutup berisi kesimpulan materi.





BAB II
KONSEP DASAR KEDARURATAN PSIKIATRI

A.    Pengertian
Rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat.
Keperawatan Kegawat Daruratan (emergency Nursing) Adalah bagian dari keperawatan dimana perawat memberikan asuhan kepada klien yang sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan karena sakit atau kecelakaan.
Unit Gawat Darurat Adalah tempat/unit di RS yang memiliki tim kerja dengan kemampuan khusus & peralatan yang memberikan pelayan pasien gawat darurat, merupakan rangkaian dari upaya penanggulangan pasien dengan gawat darurat yang terorganisir
Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.
Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen , akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana.

B.     Faktor Penyebab Gadar Psikiatri
Kondisi Kedaruratan Adalah suatu kondisi dimana terjadi gangguan integritas fisiologis atau psikologis secara mendadak. Semua masyarakat berhak mendapat perawatan kesehatan gawat darurat, pencegahan, primer, spesialistik serta kronik. Perawatan GD harus dilakukan tanpa memikirkan kemampuan pasien untuk membayar. Semua petugas medis harus diberi kompensasi yang adekuat, adil dan tulus atas pelayanan kesehatan yang diberikannya. Diperlukan mekanisme pembayaran penggantian atas pelayanan gratis, hingga tenaga dan sarana tetap tejaga untuk setiap pelayanan. Ini termasuk mekanisme kompensasi atas penderita yang tidak memiliki asuransi, bukan penduduk setempat atau orang asing. Semua pasien harus mendapat pengobatan, tindakan medis dan pelayanan memadai yang diperlukan agar didapat pemulihan yang baik dari penyakit atau cedera akut yang ditindak secara gawat darurat.
Tempat rujukan layanan kegawatdaruratan psikiatrik biasanya dikenal sebagai Psychiatric Emergency Service, Psychiatric Emergency Care Centres, atau Comprehensive Psychiatric Emergency Programs. Tenaga kesehatan terdiri dari berbagai disiplin, mencakup kedokteran, ilmu perawatan, psikologi, dan karya sosial di samping psikiater. Untuk fasilitas, kadang dirawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal jiwa, atau unit gawat darurat, yang menyediakan perawatan segera bagi pasien selama 24 jam. Di dalam lingkungan yang terlindungi, pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik diberikan untuk memperoleh suatu kejelasan diagnostik, menemukan solusi alternatif yang sesuai untuk pasien, dan untuk memberikan penanganan pada pasien dalam jangka waktu tertentu. Bahkan diagnosis tepatnya merupakan suatu prioritas sekunder dibandingkan dengan intervensi pada keadaan kritis.
Fungsi pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik adalah menilai permasalahan pasien, memberikan perawatan jangka pendek, memberikan pengawasan selama 24 jam , mengerahkan tim untuk menyelesaikan intervensi pada tempat kediaman pasien, menggunakan layanan manajemen keadaan darurat untuk mencegah krisis lebih lanjut, memberikan peringatan pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, dan menyediakan pelayanan konseling lewat telepon.

C.     Tanda dan Gejala Awal pada
1.      Bunuh diri
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993). Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).
Dikutip dari situs kesehatan mental epigee.org, berikut ini adalah tanda-tanda bunuh diri yang mungkin terjadi:
1.      Bicara mengenai kematian: Bicara tentang keinginan menghilang, melompat, menembak diri sendiri atau ungkapan membahayakan diri.
2.      Baru saja kehilangan: kematian, perceraian, putus dengan pacar atau kehilangan pekerjaan, semuanya bisa mengarah pada pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Kehilangan lainnya yang bisa menandakan bunuh diri termasuk hilangnya keyakinan beragama dan hilangnya ketertarikan pada seseorang atau pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati.
3.      Perubahan kepribadian: seseorang mungkin memperlihatkan tanda-tanda kelelahan, keraguan atau kecemasan yang tidak biasa.
4.      Perubahan perilaku: kurangnya konsentrasi dalam bekerja, sekolah atau kegiatan sehari-hari, seperti pekerjaan rumah tangga.
5.      Perubahan pola tidur: tidur berlebihan, insomnia dan jenis gangguan tidur lainnya bisa menjadi tanda-tanda dan gejala bunuh diri.
6.      Perubahan kebiasaan makan: kehilangan nafsu makan atau bertambahnya nafsu makan. Perubahan lain bisa termasuk penambahan atau penurunan berat badan.
7.      Berkurangnya ketertarikan seksual: perubahan seperti ini bisa mencakup impotensi, keterlambatan atau ketidakteraturan menstruasi.
8.      Harga diri rendah: gejala bunuh diri ini bisa diperlihatkan melalui emosi seperti malu, minder atau membenci diri sendiri.
9.      Ketakutan atau kehilangan kendali: seseorang khawatir akan kehilangan jiwanya dan khawatir membahayakan dirinya atau orang lain.
10.  Kurangnya harapan akan masa depan: tanda bunuh diri lainnya adalah seseorang merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan dan segala hal tidak akan pernah bertambah baik.
Beberapa tanda bunuh diri lainnya meliputi pernah mencoba bunuh diri, memiliki riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, belanja berlebihan, hiperaktivitas, kegelisahan dan kelesuan.


2.      Perilaku kekerasan
Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang,
diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,
1993 dalam Depkes, 2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman ( Stuart dan Sunden, 1997 ).
Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Dapat dilakukan pengkajian dengan cara:
1. Observasi:
·         Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi, berdebat.
·         Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang
2. Wawancara
·         Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien. Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda -tanda marah adalah sebagai berikut :
a.       Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
b.      Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
c.       Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
d.      Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan/kebenaran diri, keraguan, tidak
bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat.
e.       Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan humor.

Tanda ancaman kekerasan (Kaplan and Sadock, 1997) adalah:
a.       Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan terhadap barang milik.
b.      Ancaman verbal atau fisik.
c.       Membawa senjata atau benda lain yang dapat digunakan sebagai senjata
(misalnya : garpu, asbak).
d.      Agitasi psikomator progresif.
e.       Intoksikasi alkohol atau zat lain.
f.       Ciri paranoid pada pasien psikotik.
g.      Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasien
berada pada resiko tinggi.
h.      Penyakit otak, global atau dengan temuan lobus fantolis, lebih jarang pada
temuan lobus temporalis (kontroversial).
i.        Kegembiraan katatonik.
j.        Episode manik tertentu.
k.      Episode depresif teragitasi tertentu.
l.        Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau diskontrol implus).

Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut:
a.       Muka merah
b.      Pandangan tajam
c.       Otot tegang
d.      Nada suara tinggi
e.       Berdebat
f.       Kadang memaksakan kehendak
Gejala yang muncul :
a.       Stress
b.      Mengungkapkan secara verbal
c.       Menentang
Gambaran klinis menurut Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (1994) adalah sebagai berikut :
a.       Pasif agresif
1)      Sikap suka menghambat
2)      Bermalas-malasan
3)      Bermuka masam
4)      Keras kepala dan pendendam
b.      Gejala agresif yang terbuka (tingkah laku agresif)
1)      Suka membantah
2)      Menolak sikap penjelasan
3)      Bicara kasar
4)      Cenderung menuntut secara terus-menerus
5)      Hiperaktivitas
6)      Bertingkah laku kasar disertai kekerasan

3.      Gaduh/Gelisah
Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami gaduh gelisah diantaranya:
  1. Gelisah
  2. Mondar-mandir
  3. Berteriak-teriak
  4. Loncat-loncat
  5. Marah-marah
  6. Curiga +++
  7. Agresif
  8. Beringas
  9. Agitasi
  10. Gembira +++
  11. Bernyanyi +++
  12. Bicara kacau
  13. Mengganggu orang lain
  14. Tidak tidur beberapa hari
  15. Sulit berkomunikasi
  16. Dll
4.      Withdrawal
Tanda dan gejala pada orang yang withdrawal diantaranya:
  1. Nafsu makan hilang
  2. Ansietas, gelisah
  3. Mialgia, arthralgia
  4. Lesu-lemas
  5. Tremor, kram perut, kejang
  6. ‘Craving’

D.    Dasar Hukum Pelayanan Kedaruratan Psikiatri
Penaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.
Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat.
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5l UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat” termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).
Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.
Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari
Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik. Secara umum ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992 tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit Bentuk peraturan tersebut seyogyanya adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar sektor kesehatan.
Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa “pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu “. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang memelakukanngandung risiko.
Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa “tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan”. Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu.
Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupun yang teriatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untuk melakukan tindakan medis dalam undang-undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan, karena masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan di bidang kesehatan.
Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang ini (misainya petugas 118), maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa.
Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat Karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah. An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-remelakukanquires immediate medical attention. This condition continues until a determination has been made by a health care professional that the patient’s life or well-being is not threatened.
Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut dilamelakukankukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula.
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.

E.     Data Tentang Psikosis
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri.
Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.
Pasien dengan gejala psikosis sering ditemukan di bagian kegawatdaruratan psikiatrik. Menentukan sumber psikosis dapat menjadi sulit. Kadang pasien masuk ke dalam status psikosis setelah sebelumnya putus dari perawatan yang direncanakan. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik tidak akan mampu menyediakan penanganan jangka panjang untuk pasien jenis ini, cukup dengan istirahat ringkas dan mengembalikan pasien kepada orang yang menangani kasus mereka dan/atau memberikan lagi pengobatan psikiatrik yang diperlukan. Suatu kunjungan pasien yang menderita suatu gangguan mental yang kronis dapat menandakan perubahan dalam lifestyle dari individu atau suatu pergeseran kondisi medis. Pertimbangan ini dapat berperan dalam perencanaan perawatan.
Seseorang dapat juga sedang menderita psikosis akut. Kondisi seperti itu dapat disiapkan untuk diagnosis dengan memperoleh riwayat psikopatologi pasien, melakukan suatu pengujian status mental, pelaksanaan pengujian psikologis, perolehan neuroimages, dan memperoleh pengujian neurofisiologi lain. Berdasarkan ini, tenaga kesehatan dapat memperoleh suatu diagnosa diferensial dan menyiapkan pasien untuk perawatan. Seperti pertimbangan penanganan pasien lainnya, asal psikosis akut dapat sukar ditentukan karena keadaan mental dari pasien.


F.      Data Tentang Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi.

G.    Data Tentang NAPZA
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.
Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun.

Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
Dari hasil identifikasi masalah NAPZA dilapangan melalui diskusi kelompok terarah yang dilakukan Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat bekerja sama dengan Direktorat Promosi Kesehatan – Ditjen Kesehatan Masyarakat Depkes-Kesos RI dengan petugas-petugas puskesmas di beberapa propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Bali ternyata pengetahuan petugas puskesmas mengenai masalah NAPZA sangat minim sekali serta masih kurangnya buku yang dapat dijadikan pedoman.




BAB III PENUTUP



DAFTAR PUSTAKA
http://astaqauliyah.com/2006/12/falsafah-dasar-kegawatdaruratan/trackback/
http://www.lintasberita.com/Lifestyle/Kesehatan/tahukah-anda-tanda-tanda-jika-orang-ingin-bunuh-diri-
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi 7, Jilid 1 dan 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Maramis. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.